Tomohon, salah satu
kota di Manado yang mahsyur akan julukan kota seribu bunga ini mempunyai suatu
keunikan sekaligus tempat yang di sisi lain membuat takjub para wisatawan. Tomohon,
setelah ditelusuri dengan ojek carteran tidak lah terlalu jauh dari jantung
kota manado, hanya medannya lebih menantang dengan kelok-kelok nya. Begitu
sampai di kota ini, bunga-bunga penyejuk hati langsung terlihat. Hehehe.
Kemudian, karena aku tidak terlalu tertarik dengan bunga2nya, aku pun meminta
kepada pak didi untuk mengarahkan ojek ke pasar tomohon. Adalah pasar tomohon,
sepintas dari luar, pasar ini tidak ada perbedaan dengan pasar lainnya.
Kesibukan aktivitas perdagangan ditambah dengan suasana sedikit kotor yang
menjadi cirri khas pasar tradisional. Tetapi, ketika kita memasuki lebih dalam
lagi, bersiaplah mendapati pemandangan yang membuat mata membelalak dan terkejut
serta perasaan bergidik. Ada apa sebenarnya dibalik pasar tersebut?

Papan nama pasar
tomohon.
Aku, mahasiswa di jogja
yang asli medan juga merasakan hal yang seperti di atas. Bayangkan saja, di
tengah pasar yang khusus area daging, dijual berbagai macam hewan yang mungkin
tak lazim untuk di konsumsi. Pemandangan pertama yang ku liat adalah mas-mas
yang membakar anjing sampai gosong! Ya! Gosong dan menghitam! Jadi, ada kandang
yang berisi anjing – anjing hidup, kemudian jika ada pembeli yang berminat
untuk membelinya, anjing tersebut dimatikan terlebih dahulu, yang aku pun tidak
melihat bagaimana proses mematikan anjing yang tak berdosa tersebut. Yang aku
dengar, cara mematikannya adalah dengan cara digebuki. Lalu, setelah anjing
tersebut sudah mati, dilakukan proses pembakaran sampe anjing tersebut gosong.
Setelah anjing tersebut gosong, baru diserahkan kepada konsumen. Proses penggosongan
anjing dilakukan berdekatan dengan kandang yang berisi anjing2 hidup. Dan itu
bertentangan dengan animal walfare, nyiksa banget perasaan anjing2 yang idup.
Sedih. Tapi itu realita.


Anjing hidup proses
penggosongan anjing
Belum selesai aku
bergidik, ditunjukkan pak didi (bapak ojek yang baik hati), tuh mbak, babi,
yang bulunya banyak itu babi hutan, kalau rada putihan dikit itu babi kampung.


Babi hutan kepala
babi kampung
Terus aku tanya, paniki
mana bapak? Paniki yang berarti kalelawar dalam bahasa manado, ini loh mbak. Tunjuk pak didi. Aku pun dengan
sigap mengambil gambarnya. Ya, memang manado, selain alamnya yang menakjubkan
juga terkenal akan kuliner ekstrimnya. Termasuk paniki aka kalelawar menjadi
laris manis disini. Teman saya, Sera anak biologi UI (Universitas Indonesia)
yang melakukan penelitian tentang paniki ini mengatakan bahwa konsumsi paniki
di manado ini bisa mencapai lebih dari ratusan kilogram per hari! Dimana paniki
tersebut diambil dari berbagai kota seperti gorontalo bahkan sampai dari
makasar!. Kemudian pak didi menunjukkan kepada saya, mbak ini tikus. Tak
berbeda nasibnya dengan anjing, tikus yang dijual pun dalam keadaan menggosong,


Tikus yang menggosong paniki paniki
dimana info yang saya dapatkan adalah, tips
memilih tikus yang ekornya tetap putih walaupun sudah di bakar. Hal tersebut
menandakan bahwa tikus tersebut merupakan tikus putih yang relatif lebih bersih
karena hanya memakan tumbuhan dan buah2an. Entahlah, saya pun tidak terlalu tertarik,
hehehe. Lalu di sudut lain, saya melihat ular gede yang digantung dalam keadaan
belum dikuliti.

Ya, ya, perasaan bergidik sekaligus takjub timbul ketika
rekreasi ke pasar ini. Ternyata yang saya dengar ada yang memakan semua hewan berkaki 4 selain meja itu terbukti di
kota manado ini!
penasaran...
ReplyDeletengk prnh ksitu pdhal asli sana..,hehhe...,
mngkin kelamaan nih kuliah di jogja... :)
widiw, aku aja yg gadis batak dan kuliah di jogja udah sampe sono. pasarnya unik dan ekstrim! sayang nya gambarnya gak bisa aku tampilin. maklum, kemarin masih gaptek ngeblog dan gak ngerti masukin gambar :))
ReplyDelete