Sunday, 22 June 2014

Tentang Kebiasaan

Assalamualaikum warahmatullah hi wabarakatuh.

Halo. Apa kabar? Semoga aku dan kau sehat selalu ya.

Pagi ini, ada sms teman. katanya aku perlu update tulisan di blogku. Bingung mau nulis apa, aku pun tiba2 terfikir Percakapan menjelang kepulangan si adik kemarin malam. Salah satu adekku, Bay namanya. Beberapa hari ini stay di Malang buat ikut SBMPTN. Mohon doanya ya semoga adek sayangku ini bisa dapat PTN yg terbaik dan diridhai Sang Maha. Selesai ujian, dia mutusin buat liburan ke Jogja sekalian melepas rindu sama kakak manisnya #uhuk.

1 jam sebelum dia pulang. kami terlibat dalam suatu perbincangan yg cukup serius. diawali dengan topik yg tak perlu aku ceritakan disini, tiba2 dia memintaku untuk mengubah kebiasaanku. Menarik. Ada yg salah? fikirku. Just fyi, aku memiliki beberapa kebiasaan yg aku anggap buruk tapi amat susah untuk diubah. Kebiasaan yg aku anggap normal tetapi sedikit aneh terutama sejak hampir 5 tahun stay di Jogja. Orang batak punya sifat yg terus terang, cenderung semangat dalam berbicara, dan keras kepala dalam berpendapat. Nah, itu pun semua ada pada diriku. Cukup sulit bagiku, jika ada sesuatu yg aku tidak suka, tapi aku berlagak suka dan seolah setuju. Plus ditambah sifat yg gampang percaya pada orang lain, terbuka terhadap orang baru dan too excited terhadap apapun. Terutama jika aku sedang gembira atau berjumpa dgn teman lama, waaaaaah, hal terberat bagiku adalah mengontrol volume suara #everyoneknowit. Selain itu, tak sulit juga bagiku untuk dekat kepada orang lain sekalipun baru pertama kali bertemu. Sejenak mengingat banyak percakapan panjang yg aku lakukan dgn teman sebangku mulai dari pesawat sampe kereta api ekonomi.

Dan salah satu hal yg dikritik adekku adalah, kebiasaan mengenai terlalu terbuka kpd orang lain yg blm dikenal sebelumnya. Bukan dia melarangku untuk berubah 360° menjadi orang lain. Bukan itu. Dia hanya memintaku untuk sedikit berfikir sebelum ngomong, kata2 dikurangi, dan tidak usah terlalu ekspresif dalam mengungkapkan sesuatu. Jelas aku menolak dengan mengatakan itu bukan diriku dan sangat susah mengubahnya. Lalu apa reaksinya? dia berikan analogi yg menurutku cukup dewasa. Dia bilang, coba kak rida tanyakan kepada diri kakak sendiri, misal kelak sudah memiliki suami, apakah suami kakak suka jika istrinya akrab dengan lelaki lain walaupun dalam hal sepele? dan pasti kak rida pernah dengar kalau Allah SWT tidak suka terhadap apapun yg berlebihan?. Aku bengong. Lalu Diam. Dan dia menambahkan di kala kebengonganku, coba aja tanya sama diri kakak sendiri, mau sampe kapan mempertahankan kebiasaan yg kita sendiri sudah tau bahwa itu bernilai negatif. Seketika aku takjub.

Kemudian kami bercanda. Dan seolah tak rela jika aku tak mendengarkan nasihatnya. Dia mengatakan, sama seperti dulu aku pertama kali hidup di Malang kak Rida, kan kakak tau sendiri kalau aku paling susah dibangunkan dan disuruh shalat, lalu tiba2 aku di Malang gak ada Buya Umik dan adek2 yg lain buat ngebangunin. Dan di waktu itu, aku berfikir, mau sampai kapan aku susah shalat? kalau kayak gini terus, hancur lah hidupku kan kak Rida?

Subhanallah. adekku sayang. tanpa ragu ku peluk dia. Ternyata, dia sudah belajar menjadi seorang pria. aku cukup bangga dan berterima kasih kepada Allah, In sya Allah, dia diberi perlindungan sempurna dari Sang Maha! =)

Lalu. Sedikit perjanjian terjadi hatiku. Susah memang. Tapi aku harus belajar mengubah ataupun sedikit mengurangi.kebiasaan2 buruk itu. Kalau berat, aku akan berkata kepada diriku, mau sampai kapan begitu terus? Terima kasih sayang atas percakapan yg luar biasa ini menjelang kepulanganmu! =)

selfie sama si adek! =)) 


No comments:

Post a Comment