Assalamualaikum warahmatullah hi wabarakatuh..
Aku
adalah anak sulung dari 6 bersaudara dan sangat berutung karena dilahirkan dari
keluarga yang in sya Allah memahami islam. Sedikit gambaran mengenai
keluargaku, ayahku termasuk aktif dalam menyebarkan nilai-nilai dakwah, tak
hanya di Nusantara tapi ke berbagai negara seperti Malaysia, Thailand, India,
Pakistan, Banglades dan In sya Allah dalam waktu dekat akan ke Brazil,
sedangkan wanita terhebatku adalah seorang dokter hewan praktisi hewan kecil
yang sudah memakai cadar sejak aku kelas 2 SMP. Sejak kecil aku sudah
ditanamkan akan pentingnya memiliki ilmu agama sebagai bekal untuk kehidupan
yang sekarang dan yang akan datang. Akhlak yang baik, penting nya shalat,
haramnya zina dan memahami AlQuran serta menutup aurat sudah menjadi konsumsi
sehari-hari jauh sebelum aku baligh. Aku dididik dengan tegas betapa “haram”nya
untuk meninggalkan shalat dan mendekati zina yang dikenal dengan pacaran.
Mahalnya
hidayah. Aku memiliki faktor pendukung utama yang mendukungku untuk menjadi
muslimah yang taat. Tapi, sayangnya itu tak menjamin apapun dalam
keberlansungan hidupku untuk beberapa tahun terakhir. Aku tak tau kenapa, sejak
duduk di bangku SD tepatnya kelas 6 SD aku sudah menjalin hubungan special
dengan teman sekelasku, walaupun hanya sebatas surat-suratan dan adik cowokku
yang menjadi perantara komunikasi kami berdua. Kemudian masuk SMP dan SMA entah
berapa orang yang menjalin hubungan denganku. Berbeda pada saat duduk di
sekolah dasar, kali ini lebih “maju” tak hanya surat-suratan, aku pun berani
untuk berkomunikasi lebih seperti menggunakan telepon dan HandPhone. Sejak SD
hingga SMA, aku merupakan asli anak rumahan, benar-benar tak diizinkan untuk
bermain di luar rumah. Di saat teman-teman sebayaku menikmati asiknya bermain
di tempat baru dan mencoba makanan baru bahkan menikmati kota di sore hari
dengan sahabat atau pacar mereka. Aku selalu ada di rumah. membantu ibuku
mengurus rumah dan kelima orang adikku. Aku pun tak diizinkan untuk mengikuti
kegiatan ekstakurikuler. Bisa kau bayangkan teman, betapa hidupku seperti
burung yang hidup di dalam sangkar. Pada saat itu kurasakan iri yang luar biasa
dengan kebebasan teman-temanku. Tapi aku tak pernah berani untuk mengatakannya.
Yang aku herankan adalah, kenapa pada saat itu, aku tetap bisa menjalin
hubungan dengan beberapa teman lelakiku? Entahlah.
Apakah
kedua orangtua ku tak mengerti akan kenakalanku? Jangan kau fikir mereka tak
mengetahuinya, berulang kali mereka menasihatiku dengan berbagai cara, mulai
dari yang lembut hingga yang keras. Semua usaha mereka gagal. Aku sangat keras
kepala. Sedikit pun tak pernah aku indahkan nasihat kedua bidadari surgaku
untuk menjauhi hubungan terlarang tersebut. Begitupun dalam hal menutup
aurat, aku sudah menggunakan jilbab sejak duduk di bangku Taman
Kanak-kanak (TK), sayangnya aku hanya menjilbabi fisik saja, aku berani untuk
melepas jilbab saat sedang mengerjakan tugas sekolah bersama teman-temanku,
kemudian aku sangat nyaman dengan jeans ketat dan kaos atau kemeja yang
memamerkan lekuk tubuh. Bukan tak keras usaha kedua bidadari surgaku untuk
memintaku meninggalkan jeans dan baju ngepas, sayangnya aku sedikit pun tak
tergugah untuk melepaskan kedua jenis pakaian favoritku tersebut. Hanya shalat
lah yang aku benar-benar sedikit pun tak memiliki keberanian untuk meninggalkannya.
Puncaknya,
aku diterima menjadi mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Aku ingat, kebanggaan
yang ada di nada kedua orang terkasihku ketika menceritakan kepada teman –
teman mereka bahwa anak sulungnya diterima di salah satu universitas top di
Jawa. Hidup jauh dari orang tua, aku seolah menggenggam kebebasan. Aku mencari
apa yang tak ku dapatkan selama di Medan. Aku menjadi anggota dan pengurus
aktif di beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa dari tingkat universitas sampai
nasional. Bahkan sejak di Jogja, aku menjelma menjadi wanita petualang yang
seolah rindu dengan keindahan alam goresan Sang Maha. Di kalangan angkatanku,
aku dikenal sebagai wanita backpaker yang nekat. Mulai dari menginjakkan kaki
di puncak Gunung Rinjani Lombok, motoran antar provinsi bahkan antar pulau
sampai nekat ke Manado sendirian demi menikamati pesona Bunaken pernah ku
lakukan.
Begitu
pun dengan urusan pacaran, aku sempat menikmati fase pacaran ala mahasiswa. Tak
perlu khawatir akan ketahuan, toh orang tuaku ada di kota yang berbeda
denganku. Medan dan Jogja bukan dekat jaraknya. Pacaran bukan hanya dengan satu
orang kulakukan dalam waktu selama 3 tahun. Sampai akhirnya, aku ditegurNya
dengan jalan yang sangat indah..
Sepandai-pandainya
menyembunyikan bangkai, suatu saat akan tercium baunya. Pepatah ini menjadi
jalan dari Sang Maha untuk menunjukkan cintaNya kepadaku. Aku ketahuan masih
saja pacaran. Orangtuaku datang ke Jogja. Aku ingat ketika pertama kali aku
memeluk ayahku di hotel dengan tawa tanpa perasaan bersalah, ayahku dengan
senyum lembut mengatakan, “kok kakak kayak gini? Kecewa buya nak..”. aku
terdiam dan tanpa bisa ku tahan, bulir hangat itu keluar, aku tunduk dan tak
berani menatap sepasang bidadari surgaku..aku ingat benar, itu terjadi di bulan
Juni 2012. Buyaku (re : ayah) yang mengerti betul akan watakku tak hanya berusaha
sampai di situ. Sampai akhirnya di 3 hari terakhir di bulan Ramadhan, ayahku
menasihatiku dengan penuh cinta. “kak rida sayang, pernikahan adalah hal yang
mulia, tak akan pernah kakak dapatkan hal yang mulia dengan jalan yang hina.
Ini bulan Ramadhan sayang, ketika dakwah disampaikan di bulan mulia ini tidak
kakak indahkan, tunggulah sampai Allah SWT menunjukkan kepada kakak, apalagi
yang memberi dakwah adalah ayah mu sendiri, orang yang lebih berhak atas diri
mu daripada orang lain. Buya sampaikan hal ini karena buya sayang kakak, tak
pernah rela buya jika suatu saat pernikahan kakak akan hancur karena
mendapatkannya tanpa Ridha Illahi. Tapi
semua terserah kakak, bersabar sebentar atau tetap melakukan perbuatan yang
Allah benci, toh ini jalan hidup yang akan kakak pilih dan jalani.”
Aku
terdiam..butir hangat itu pun meluncur tanpa bisa ku cegah. Aku memutuskan
untuk bertanya denganNya. Doa..dan aku rasakan sejuknya hati ketika kita
berbicara denganNya sambil menangis.. ya..bukankah ketika kita menangis
merupakan salah satu pertanda bahwa hati kita tak sekeras baja? Aku ambil
keputusan untuk hidupku tepat setelah ramadhan. Putus dengan pacar dan mengubah
penampilan. Aku mengganti jeansku dengan rok dan mulai melebarkan jilbab.
Awalnya berat dan aku merasa malu, tapi setelah memohon kekuatan untuk berhijrah,
rasa itu pun menguap dengan cepat dengan ajaib.
Dan
Maha Baik Allah.. Dialah perancang skenario hidup paling sempurna, tahun
pertama aku berhijrah, aku mendapat banyak nikmat luar biasa. Bagaikan mimpi
yang menjelma menjadi nyata. Tahun 2013 mungkin tak akan pernah ku lupakan
sepanjang hayatku. Ajaibnya tahun ini buatku, aku pendadaran tepat di akhir
semester 7, keluargaku mendapat kesempatan untuk umrah ke Tanah Suci, aku
mendapatkan beasiswa pertamaku dengan exchange full gratis ke Jepang selama 3
minggu, dan in sya Allah akan tinggal di Australia selama 2 bulan di tahun 2014
untuk mengikuti program exchange lagi. Subhanallah.. betapa baikNya Engkau wahai
Rabbku.. limpahan nikmat Kau anugrahkan kepada hambaMu yang hina ini..
Terbersit
penyesalan akan kebodohan dan banyaknya dosa yang aku tumpuk di masa
laluku..tapi aku percaya dan berterima kasih, karena dengan masa lalu seperti
itulah aku mendapatkan banyak pelajaran berharga dan menjadi bekal untuk
merapikan masa depanku.. Bukankah Rahmat Allah SWT begitu luas? Bukankah Dia
juga membenci terhadap hambaNya yang putus asa? Bukankah Dia akan berlari
mendekat ketika kita berjalan menujuNya? Akhirnya, aku teramat bahagia dengan
hidupku yang sekarang.. dan semoga selalu istiqamah ada di jalanNya..Duhai Rahman..
terima kasih..Engkaulah perancang skenario hidup yang paling sempurna! :)
No comments:
Post a Comment