Saturday, 18 January 2014

Dia, pencipta skenario paling sempurna!


Assalamualaikum warahmatullah hi wabarakatuh.. 
 
Aku adalah anak sulung dari 6 bersaudara dan sangat berutung karena dilahirkan dari keluarga yang in sya Allah memahami islam. Sedikit gambaran mengenai keluargaku, ayahku termasuk aktif dalam menyebarkan nilai-nilai dakwah, tak hanya di Nusantara tapi ke berbagai negara seperti Malaysia, Thailand, India, Pakistan, Banglades dan In sya Allah dalam waktu dekat akan ke Brazil, sedangkan wanita terhebatku adalah seorang dokter hewan praktisi hewan kecil yang sudah memakai cadar sejak aku kelas 2 SMP. Sejak kecil aku sudah ditanamkan akan pentingnya memiliki ilmu agama sebagai bekal untuk kehidupan yang sekarang dan yang akan datang. Akhlak yang baik, penting nya shalat, haramnya zina dan memahami AlQuran serta menutup aurat sudah menjadi konsumsi sehari-hari jauh sebelum aku baligh. Aku dididik dengan tegas betapa “haram”nya untuk meninggalkan shalat dan mendekati zina yang dikenal dengan pacaran. 

Mahalnya hidayah. Aku memiliki faktor pendukung utama yang mendukungku untuk menjadi muslimah yang taat. Tapi, sayangnya itu tak menjamin apapun dalam keberlansungan hidupku untuk beberapa tahun terakhir. Aku tak tau kenapa, sejak duduk di bangku SD tepatnya kelas 6 SD aku sudah menjalin hubungan special dengan teman sekelasku, walaupun hanya sebatas surat-suratan dan adik cowokku yang menjadi perantara komunikasi kami berdua. Kemudian masuk SMP dan SMA entah berapa orang yang menjalin hubungan denganku. Berbeda pada saat duduk di sekolah dasar, kali ini lebih “maju” tak hanya surat-suratan, aku pun berani untuk berkomunikasi lebih seperti menggunakan telepon dan HandPhone. Sejak SD hingga SMA, aku merupakan asli anak rumahan, benar-benar tak diizinkan untuk bermain di luar rumah. Di saat teman-teman sebayaku menikmati asiknya bermain di tempat baru dan mencoba makanan baru bahkan menikmati kota di sore hari dengan sahabat atau pacar mereka. Aku selalu ada di rumah. membantu ibuku mengurus rumah dan kelima orang adikku. Aku pun tak diizinkan untuk mengikuti kegiatan ekstakurikuler. Bisa kau bayangkan teman, betapa hidupku seperti burung yang hidup di dalam sangkar. Pada saat itu kurasakan iri yang luar biasa dengan kebebasan teman-temanku. Tapi aku tak pernah berani untuk mengatakannya. Yang aku herankan adalah, kenapa pada saat itu, aku tetap bisa menjalin hubungan dengan beberapa teman lelakiku? Entahlah. 

Apakah kedua orangtua ku tak mengerti akan kenakalanku? Jangan kau fikir mereka tak mengetahuinya, berulang kali mereka menasihatiku dengan berbagai cara, mulai dari yang lembut hingga yang keras. Semua usaha mereka gagal. Aku sangat keras kepala. Sedikit pun tak pernah aku indahkan nasihat kedua bidadari surgaku untuk menjauhi hubungan terlarang tersebut. Begitupun dalam hal menutup aurat,  aku sudah menggunakan  jilbab sejak duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK), sayangnya aku hanya menjilbabi fisik saja, aku berani untuk melepas jilbab saat sedang mengerjakan tugas sekolah bersama teman-temanku, kemudian aku sangat nyaman dengan jeans ketat dan kaos atau kemeja yang memamerkan lekuk tubuh. Bukan tak keras usaha kedua bidadari surgaku untuk memintaku meninggalkan jeans dan baju ngepas, sayangnya aku sedikit pun tak tergugah untuk melepaskan kedua jenis pakaian favoritku tersebut. Hanya shalat lah yang aku benar-benar sedikit pun tak memiliki keberanian untuk meninggalkannya.

Puncaknya, aku diterima menjadi mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Aku ingat, kebanggaan yang ada di nada kedua orang terkasihku ketika menceritakan kepada teman – teman mereka bahwa anak sulungnya diterima di salah satu universitas top di Jawa. Hidup jauh dari orang tua, aku seolah menggenggam kebebasan. Aku mencari apa yang tak ku dapatkan selama di Medan. Aku menjadi anggota dan pengurus aktif di beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa dari tingkat universitas sampai nasional. Bahkan sejak di Jogja, aku menjelma menjadi wanita petualang yang seolah rindu dengan keindahan alam goresan Sang Maha. Di kalangan angkatanku, aku dikenal sebagai wanita backpaker yang nekat. Mulai dari menginjakkan kaki di puncak Gunung Rinjani Lombok, motoran antar provinsi bahkan antar pulau sampai nekat ke Manado sendirian demi menikamati pesona Bunaken pernah ku lakukan. 

Begitu pun dengan urusan pacaran, aku sempat menikmati fase pacaran ala mahasiswa. Tak perlu khawatir akan ketahuan, toh orang tuaku ada di kota yang berbeda denganku. Medan dan Jogja bukan dekat jaraknya. Pacaran bukan hanya dengan satu orang kulakukan dalam waktu selama 3 tahun. Sampai akhirnya, aku ditegurNya dengan jalan yang sangat indah..

Sepandai-pandainya menyembunyikan bangkai, suatu saat akan tercium baunya. Pepatah ini menjadi jalan dari Sang Maha untuk menunjukkan cintaNya kepadaku. Aku ketahuan masih saja pacaran. Orangtuaku datang ke Jogja. Aku ingat ketika pertama kali aku memeluk ayahku di hotel dengan tawa tanpa perasaan bersalah, ayahku dengan senyum lembut mengatakan, “kok kakak kayak gini? Kecewa buya nak..”. aku terdiam dan tanpa bisa ku tahan, bulir hangat itu keluar, aku tunduk dan tak berani menatap sepasang bidadari surgaku..aku ingat benar, itu terjadi di bulan Juni 2012. Buyaku (re : ayah) yang mengerti betul akan watakku tak hanya berusaha sampai di situ. Sampai akhirnya di 3 hari terakhir di bulan Ramadhan, ayahku menasihatiku dengan penuh cinta. “kak rida sayang, pernikahan adalah hal yang mulia, tak akan pernah kakak dapatkan hal yang mulia dengan jalan yang hina. Ini bulan Ramadhan sayang, ketika dakwah disampaikan di bulan mulia ini tidak kakak indahkan, tunggulah sampai Allah SWT menunjukkan kepada kakak, apalagi yang memberi dakwah adalah ayah mu sendiri, orang yang lebih berhak atas diri mu daripada orang lain. Buya sampaikan hal ini karena buya sayang kakak, tak pernah rela buya jika suatu saat pernikahan kakak akan hancur karena mendapatkannya tanpa Ridha Illahi.  Tapi semua terserah kakak, bersabar sebentar atau tetap melakukan perbuatan yang Allah benci, toh ini jalan hidup yang akan kakak pilih dan jalani.”

Aku terdiam..butir hangat itu pun meluncur tanpa bisa ku cegah. Aku memutuskan untuk bertanya denganNya. Doa..dan aku rasakan sejuknya hati ketika kita berbicara denganNya sambil menangis.. ya..bukankah ketika kita menangis merupakan salah satu pertanda bahwa hati kita tak sekeras baja? Aku ambil keputusan untuk hidupku tepat setelah ramadhan. Putus dengan pacar dan mengubah penampilan. Aku mengganti jeansku dengan rok dan mulai melebarkan jilbab. Awalnya berat dan aku merasa malu, tapi setelah memohon kekuatan untuk berhijrah, rasa itu pun menguap dengan cepat dengan ajaib. 

Dan Maha Baik Allah.. Dialah perancang skenario hidup paling sempurna, tahun pertama aku berhijrah, aku mendapat banyak nikmat luar biasa. Bagaikan mimpi yang menjelma menjadi nyata. Tahun 2013 mungkin tak akan pernah ku lupakan sepanjang hayatku. Ajaibnya tahun ini buatku, aku pendadaran tepat di akhir semester 7, keluargaku mendapat kesempatan untuk umrah ke Tanah Suci, aku mendapatkan beasiswa pertamaku dengan exchange full gratis ke Jepang selama 3 minggu, dan in sya Allah akan tinggal di Australia selama 2 bulan di tahun 2014 untuk mengikuti program exchange lagi. Subhanallah.. betapa baikNya Engkau wahai Rabbku.. limpahan nikmat Kau anugrahkan kepada hambaMu yang hina ini..

Terbersit penyesalan akan kebodohan dan banyaknya dosa yang aku tumpuk di masa laluku..tapi aku percaya dan berterima kasih, karena dengan masa lalu seperti itulah aku mendapatkan banyak pelajaran berharga dan menjadi bekal untuk merapikan masa depanku.. Bukankah Rahmat Allah SWT begitu luas? Bukankah Dia juga membenci terhadap hambaNya yang putus asa? Bukankah Dia akan berlari mendekat ketika kita berjalan menujuNya? Akhirnya, aku teramat bahagia dengan hidupku yang sekarang.. dan semoga selalu istiqamah ada di jalanNya..Duhai Rahman.. terima kasih..Engkaulah perancang skenario hidup yang paling sempurna! :)

No comments:

Post a Comment