8 mei 2013
 |
spectaculer view from summit of rinjani |
Pendakian ke puncak dimulai jam 00.30 WITA..
bersama kami mendaki dibalutan sinar lampu dari senter dan ribuan bintang.
Medannya lumayan berat, menanjak dan berpasir, membuatku sedikit kesulitan
karena aku hanyaa menggunakan sandal gunung. Alas kaki yang terbaik untuk
mendaki puncak rinjani adalah sepatu gunung, minimal menggunakan sepatu deh,
abisnya untuk menghindari agar
pasir-pasir tidak masuk ke sepatu. Setelah hampir 2,5 jam berjalan, sampailah
kami di pertengahan puncak. Mengapa ku sebut pertengahan pucak? Karena kalau
sudah sampai di tempat tersebut, jalannya lumayan landai dan tidak terlalu
berpasir. Kami memilih untuk istirahat sejenak. Aku agak menepi dari rombongan.
Aku berbaring. Berbaring dan mematikan senter. Aku menatap langit. Ribuan
bintang pun tak kalah, mereka menatapku dan berbisik, selamat rida, kamu diberi
kesempatan menatap kami. Aku pejamkan mata. Tiba-tiba bulir hangat itu jatuh.
Aku dilanda haru dan kesyukuran yang mendalam. Allah. Maha Baiknya Engkau. Kau
izinkan aku sampai disini. Tiba-tiba lidahku berkata, duhai sang Maha, mohon
berikan hamba perasaan selalu mencintai Engkau di setiap kondisi yang Engkau
berikan kepadaku. Aku merasa bersyukur, bersyukur yang nikmat. Aku berbaring,
ribuan bintang yang indah menatapku, bulir hangat yang jatuh dari mata karena
bahagia, hati yang tak henti menyebut namaNya. Kombinasi sempurna. Sangat
nikmat. Semesta memang ajaib. Tapi, pencipta semesta lebih tak terdeskripsikan
ajaibnya. Alhamdulillah..Sayangnya, aku tak sempat untuk mengabadikan ribuan bintang tersebut..
 |
jalur pendakian puncak rinjani |
 |
jalur terjal puncak rinjani |
 |
para manusia perindu puncak, beberapa jam yll saya seperti mereka :)) |
Setelah puas dengan pelukan bintang-bintang.
Kami memutuskan untuk melanjutkan kembali perjalanan. Menyusuri jalan setapak
untuk menggapai puncak. Istirahat – lanjut – istirahat – lanjut menjadi seperti
sebuah kebiasaan, jalanan menjadi ramai. Ramai akan pendaki yang memang
merindukan puncak. Sampai seorang bule warga belgia menyebutnya seperti pasar.
Penuh dengan lampu senter. Penuh dengan manusia.
Kami terus berjalan. Ternyata aku salah.
Tempat yang kusebut sebagai pertengahan puncak sepertinya bukan. Itu seperti
baru hanya ¼ nya puncak. Puncak masih jauh. Sangat jauh. Seolah mengatakan
dengan lantang, ayo, buktikan tekadmu untuk ku. Aku yang pasrah karena
sepertinya tak bisa menikmati sunrise dari puncak tertinggi. Karena puncaknya
masih jauh sementara matahari sudah keluar dari tempat persembunyiannya. Aku
melirik jam, sudah jam 05.00 WITA. Tapi kami masih harus berjalan. Medannya
berat. Berpasir. Ibaratnya, naik 1 turun 3. Naik 1 turun 2. Kalau naik satu
langkah, bisa turun 2 langkah atau bahkan 3 langkah. Butuh kesabaran.
Aku gelisah. Sangat gelisah. Bukan apa-apa.
Aku bingung mau gimana shalat shubuh. Posisiku bukan sedang tidur. Bahkan sadar
100 persen. Aku lirik jam sudah jam 06.00 WITA. Aku gelisah, entahlah ada takut
yang melanda. Soalnya memang medannya penuh pasir dan tak memungkinkan untuk
shalat. Selain itu, bisa mengganggu pendaki-pendaki yang sedang berjalan naik
ke puncak. Aku mempercepat langkahku, tapi aku mengalami kesulitan yang cukup.
Kenapa? Karena aku menggunakan sandal gunung. Bukan sepatu. Sehingga
pasir-pasirnya nyelip dengan indahnya di sendalku dan dengan suksesnya
menyebabkan sakit di kaki. Bang viktor kasian meliat ku. Dia pikir aku capek,
padahal sesungguhnya aku takut, puncak masih lumayan jauh, sedangkan matahari
sudah semakin meninggi. Akhirnya karena kasian meliatku, aku pun dituntun bang viktor.
Sangat terbantu. Aku melesat dengan cepat, haha. Akhirnya, setelah melewati
medan pasir dan kerikil kerikil kecil yang menyiksa kaki, kami sampai di
puncak!!!. Tepat pada pukul 07.00 WITA. Rombongan pak roy suryo yang terlebih
dahulu memang sudah berada di puncak begitu melihatku langsung pada sumringah.
Dan memberikan selamat. Aku (belum sempat) bahagia, langsung mencari tempat
strategis untuk shalat shubuh yang sangat telat. Shubuh pada pukul 07.00 WITA.
Maaf Allah..
 |
nikmat! :) |
|
Setelah shubuhan, baru, sensasi bahagia itu
muncul. Perjuangan untuk sampai ke puncak rinjani tak gampang teman. seperti hidup, terlalu banyak lika liku, tapi? apa rasanya setelah kau berhasil melewati lika liku tersebut? Indah! nikmat! Terbayarkan! Aku bengong melihat sempurnya lukisan sang Maha. Lautan awan,
kawah kecil, danau hijau kebiruan, lereng yang dipenuhi para manusia yang
sedang berjuang untuk mencapai puncak. Sempurna. Inilah kebahagiaan yang sudah
melewati itu semua..
Nikmat nya puncak. Nikmat nya perjuangan.
Terbayarkan. Tak ada yang sia-sia. Puncak memang buah dari kesabaran. Puncak Rinjani, terima kasih! :)
 |
sempurnanya matahari rinjani |
|
 |
berlima. bersama menggapai puncak :) |
|
 |
narsis sedikit. boleh yaa? :)) |
to be continued/ :))
Baca postingannya ikutan seneng sampe puncak... semoga diijinkan menikmati puncak rinjani kyk mbak :) salam kenal
ReplyDeleteindah : makasih banyak sudah berkenan membaca. Aamiin nduuk, Aamiin, semoga berhasil!! salam hangat dari jogjakarta!:)
ReplyDelete